TUGAS
MATA KULIAH EKONOMI HIJAU
THEMA
PERANAN EKONOMI HIJAU DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN
DOSEN PENGAMPU :
Dwi
Herniti, S.Hut., M.Sc
DISUSUN OLEH
JOHANA ATAUPAH
12314262
INSTITUT TEKNOLOGI YOGYAKARTA
(STTL “YLH”)
2014
ENERGI RENDAH EMISI
(KAJIAN
TENTANG PERANAN EKONOMI HIJAU DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN)
1. LATAR BELAKANG
Green
economy sebagai
strategi baru pembangunan berwawasan lingkungan semakin
semakin populer akhir-akhir ini. Gagasan green economy bahkan merupakan salah
satu poin penting
yang diusung pada pertemuan
KTT Bumi Rio+20 yang diselenggarakan di Rio De Jenairo, Brasil, 20-22 Juni 2010
yang mempertemukan
120 kepala negara dari berbagai penjuru dunia. Gagasan ini bertolak dari
kondisi pembangunan yang menyumbang dampak eksternalitas dan kerusakan
lingkungan yang besar, hingga menggradasi bumi dan kehidupannya. Tidak sedikit
negara di dunia, terutama negara-negara sedang berkembang merasakan kerusakan
ekosistem dan musnahnya aset alam oleh pembangunan ekonomi yang hanya "meng-iming-imingkan"
pertumbuhan tanpa mempertimbangkan dampak ekologisnya. Karena itu, green
economy menjadi sebuah tawaran memperbaharui agenda pembangunan berkelanjutan
guna menyelamatkan bumi dan melestarikan lingkungan.
Salah
satu sektor yang memiliki kaitan erat dengan kerusakan lingkungan dan dejat
juga dengan isu potensi green economy adalah sektor energi. Untuk menjaga
kehidupan makhluk bumi perlu upaya bersama menurunkan emisi gas rumah kaca atau
mitigasi melalui efisiensi dan konservasi energi, serta penggunaan energi
rendah emisi. Bagaimana energi dan teknologi rendah emisi terjangkau secara
luas, sementara anggaran dan kemampuan sumber daya terbatgas? Masalah
ketersediaan, akses, daya beli dan penerimaan lingkungan atau penyediaan maupun
penggunaan energi adalah bagian tak terpisahkan dalam kebijakan energi. Dalam
rangka konservasi energi itulah, green economy dapat berperan di sini, sehingga
penulis memilih topik energi rendah emisi sebagai topik yang akan dibahas dalam
tuga paper mata kuliah ekonomi hijau STTL “YLH” Yogyakarta. Adaptasi perlu
mendapat perhatian besar dan tidak dapat ditunda-tunda agar sejalan dengan
tujuan mencapai ketahanan energi dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
2. TUJUAN
Tujuan dari
pembahasan dalam paper ini adalah untuk mengetahui peranan ekonomi hijau dalam
pengelolaan lingkungan, secara spesifik dalam bidang energi
3.
PEMBAHASAN
Energi
merupakan salah satu kebutuhan dasar dalam kehidupan masyarakat modern. Selain
untuk memasak, energi juga diperlukan untuk penerangan, menggerakkan peralatan,
dan mobilitas dari satu tempat ke tempat lainnya. Hingga saat ini sebagian
besar kebutuhan energi dunia dipenuhi oleh energi fosil berupa minyak bumi, gas
bumi dan batu bara. Pada 2007, ketiga jenis energi itu menyumbang lebih dari 81
% pasokan energi dunia. (berbagai sumber).
Di
Indonesia, energi fosil menduduki 74 % kebutuhan energi pada 2007 dan naik
menjadi 79 % pada 2008 (Pusat Informasi
Dep ESDM, 2009). Selain energi fosil, penggunaan kayu bakar dan sampah
untuk energi dengan cara pembakaran sederhana cukup banyak dijumpai di
negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Penggunaan energi meningkat
seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan perubahan gaya hidup. Berbagai
sumber menyatakan bahwa kebutuhan energi duni diperkirakan naik 40% dala kurun
2007-2030; energi fosil mengisi 77 % dari kenaikan kebutuhan energi tersebut.
Dominasi penggunaan energi fosil dan teknologi pemanfaatannya saat ini
merupakan salah satu penyebab naiknya konsentrasi gas rumah kaca (GRK),
meningkatnya temperatur udara di permukaan bumi, dan berbagai dampak negatif
lainnya. Negara-negara maju merupakan penggunan energi fosil terbesar. Mereka
berkewajiban mengurangi emisi, namun sulit mengimplementasikan karena kuatir
dengan besarnya biaya ekonomi dan sosial yang akan ditanggung, serta kesulitan
mengubah gaya hidup. Di sisi lain, kenaikan penggunaan energi di masa depan
“berpindah” ke negara-negara berkembang, karena jumlah populasinya besar, laju
pertambahan penduduk yang pesar, serta pola perkembangan ekonomi dan gaya hidup
yang senantiasa mengacu pada negara-negara maju.
Upaya
merespons perubahan iklim melibatkan persoalan jauh lebih kompleks bagi negara
berkembang. Berbagai teknologi dan pendekatan baru untuk membatasi dan
mengurangai GRK cenderung meningkatkan biaya penyediaan energi dan akses
infrastruktur. Keterbatasan dana dan sumber daya lain selalu merupakan kendala
besar sebelum meruyaknya isu perubahan iklim, dengan demikian, bila tidak ada
perubahan berarti negara-negara di dunia tetap bergantung pada energi fosil
untuk menunjang kehidupan masyarakat dan memutar roda perekonomian hingga
berapa dekade mendatang.
Jenis
energi yang dipakai termasuk cara dan pola penggunaannya berkontribusi besar
pada konsentrasi GRK yang ada sekareang beserta konsekuensinya yang amat
serius. Kenaikan temperatur yang mulai dirasakan sekarang ini adalah salah satu
dampak dari penggunaan energi fosil juga, yang kemudian berlanjut pada
perubahan pola dan curah hujan serta timbulnya iklim ekstrim. Kerugian besar
termasuk hilangnya nyawa dan harta benda bermunculan di berbagai tempat.
Semakin sering terjadi bencana dan semakin luas wilayah yang terkena, semakin
besar dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkannya. Disamping itu kenaikan
suhu global yang tak terkendali berdampak pada pebrubahan geofisik bumi dan
menciptakan malapetaka tak terperi bagi kehidupan manusian dan makhluk lainnya.
Saat ini
berlangsung berbagai upaya untuk mencapai kesepakatan global dalam rangka
menjaga kenaikan temperatur tidak melebihi 20C, konsentrasi GRK
berada pada 450 ppm, dan mengurangi emisi pada 2050. Salah satu contohnya
adalah skema CDM (Clean Development Mechanism). Namun, saat ini hany segelintir
negara berkembang yang berhasil memanfaatkan peluang CDM; dampaknya pada
pengurangan emisi karbon dunia juga masih sangat sedikit.
Berbagai
kajian menyebutkan bahwa ptensi terbesar untuk mengurangi laju kenaikan
konsentrasi GRK dalam jangka pendek adalah dengan menghemat pemakaian energi
melalui efisiensi dan konservasi energi. Langkah ini menghasilkan pengurangan
emisi secara cepat dan tidak bisa dipandang remeh, terutama mengatasi kendala
terbatasnya dana untuk mencari dan mengembangkan sumber pasokan energi.
Mematikan
lampu saat meninggalkan kamar kosong, melepas pengisi baterai telepon selular
dan peralatan listrik lainnya saat tidak terpakai, memanfaatkan kertas dengan
maksimal (mengurangi waktu operasi printer dan komputer), menurunkan temperatur
penyejuk ruangan, dan mengurangi pemakaian kendaraan bermotor pribadi, adalah
beberapa contoh upaya penghematan energi yang dapat dilakukan tanpa biaya
tambahan (aplikasi konsep green economy).
Berbagai
produk dan teknologi untuk menghemat pemakaian energi juga telah tersedia,
misalnya lampu hemat energi, regulator sistem kelistrikan, serta berbagai jenis
motor dan kompresor dengan teknologi hemat energi. Memanfaakan limbah (udara
panas, air dan lain-lain) dari sebuah proses industri sebagai sumber energi
tambahan juga merupakan bagian dari kegiatan itu.
Selain
efsisiensi dan konservasi energi, pengendalian konsentrasi GRK juga dapat
dilakukan dengan mengembangkan dan menggunakan “energi rendah emisi”. Salah
satu cara untuk mendapatkannya adalah dengan memanfaatkan sumber energi
terbarukan seperti panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjuanan
air, serta gerakan dan perbedaan suhu
lapisan laut. Pemanfaatan energi terbarukan saat ini masih sangat sedikit
dibandingkan dengan energi fosil.
Energi
rendah emisi juga dapat dihasilkan dari “teknologi rendah emisi” yang
mengkonversi sumber daya energi disertai GRK dan polutan udara lain serta
dampak lingkungan yang rendah, meskipun berasal dari energi fosil. Peralatan
dan rancang bangun penunjang merupakan hal utama dalam teknologi rendah emisi.
Salah satu contoh adalah teknologi “Carbon Capture and Storage” untuk menangkap
CO2 dan polutan lain dari
pembangkit listrik dan peralatan industri berbahan bakar batu bara sehingga
tidak terlepas ke udara bebas. Emisi tersebut kemudian “disimpan” di dalam
rongga kerak bumi atau tempat lain yang memenuhi syarat. Gasifikasi batu bara
dan batu bara cair adalah contoh lain
energi yang dihasilkan oleh teknologi rendah emisi. Kendaraan bermesin listrik,
hibrid, propan, gas dan hidrogen juga bagian dari kelompok itu.
Pengembangan
sumber enrgi terbarukan dan energi rendah emisi dalam skala kecil dan menengah
juga memungkinkan partisipasi masyarakat lebih luas, mendorong kegiatan ekonomi
lokal, dan berdampak positif terhadap pengurangan kemiskinan. Namun,
pengembagnan sumber energi terbarukan selama ini banuak dilakukan dengan
menggunakan pendekatan program berbasis proyek yang dipekerjakan oleh konsultan
atau kontraktor luar daerah tanpa melibatkan masyarakat setempat. Dampak
negatifnya, kemampuan lokal tidak akan mungkin tumbuh, rasa tanggung jawab dan
kepemilikan terhadap aset menjadi rendah, serta manfaat program hanya berusia
pendek. Semua itu berarti pemborosan yang sangat tidak sesuai dengan kondisi
negara berkembang yang serba terbatas.
4. KESIMPULAN
Dari
pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa :
-
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi bukanlah satu-satunya
tujuan pembangunan, karena pertumbuhan haruslah yang berkualitas, inklusif dan
berkeadilan. Pertumbuhan ekonomi harus menjawab permasalahan kemiskinan,
pengangguran dan ketimpangan yang krusial dan berpotensi menimbulkan masalah di
kemudian hari.
-
Bercermin
pada kondisi Indonesia saat ini, maka pendekatan Ekonomi Hijau (Green ekonomy
approach) dapat diartikan sebgai suatu model pendekatan pembangunan ekonomi
yang tidak lagi mengandalkan pembangunan ekonomi berbasis eksploitasi
sumberdaya alam dan lingkungan yang berlebihan. Ekonomi hijau merupakan suatu
lompatan besar meninggalkan praktik-praktik ekonomi yang mementingkan
keuntungan jangka pendek yang telah mewariskan berbagai permasalahan yang
mendesak untuk ditangani termasuk mengerakan perekonomian yang rendah karbon
(low carbon economy).
5.
SARAN
Problem lingkungan tidak boleh lagi diserahkan kepada
skema pasar untuk menyelesaikannya. Kita perlu meyakini bahwa kedaulatan dapat
menjadi basis yang kuat untuk mengawal pembangunan rendah
emisi dan ramah
lingkungan. Tentunya juga perlu ditunjang oleh kesadaran bahwa lingkungan
memiliki makna yang besar bagi kelangsungan hidup bangsa. Jika ini dapat
terinternalisasi pada semua elemen dalam negara, maka apapun konsepnya (=green
economy) kelestarian lingkungan tetap akan terjaga. Bukan atas andil asing
tetapi oleh komitmen kita bersama.
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.global-greenhouse-warning.com/low-emission-technology.html
(diakses 09 November 2014)
Depertemen Energi dan Sumber Daya Mineral Republik
Indonesia, Handbook of Energy Economic
Statistic Indonesia 2009 (Jakarta: Pusat Informasi Energi Departemen Energi
dan Sumber Daya Mineral, 2009).
http://www.wwf.or.id.
Membangun Ekonomi Hijau di Kalimantan Barat dan Perbatasan. Diakses 10 November
2014.
Santosa, Andri & Mangarah Silalahi.2011. Laporan Kajian Kebijakan Kehutanan
Masyarakat dan Kesiapannya Dalam REDD+. Bogor: Forum
Komunikasi Kehutanan Masyarakat.