industri tenun ikat merupakan budaya masyarakat Indonesia yang tidak pernah luntur hingga kini. jika kita berkunjung ke desa-desa budaya, misalnya di Jawa, Sumbawa, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Maluku dll, gampang sekali menemukan industri ini di mana-mana. Biasanya dalam sebuah perkampungan, rata-rata penduduknya melakukan pekerjaan ini sebagai industri rumah tangga. kebanyakan penenunnya adalah kaum perempuan. mereka ini sudah diajarkan menenun sejak kecil sehingga sebagian besarnya d\mahir dalam membuat tenun ikat.
masyarakat tradisional menggunakan pewarna alami untuk mewarnai tenunan mereka. tetapi seiring kemajuan zaman dimana industri tekstil semakin maju, perlahan-lahan budaya membuat tenun ikat dengan pewarna alami mulai bergeser menggunakan pewarna sintetik. dewasa ini, menemukan industri tenun ikat yang menggunakan pewarna alami pure merupakan hal yang sangat sulit, hampir dikatakan mustahil. hal tersebut terjadi karena sulitnya mencari bahan pewarna alami. dulu, bahan-bahan tersebut dapat dengan mudah ditemukan di halaman belakang rumah, atau di hutan pinggir desa, bahkan di sepanjang jalanpun bisa. tetapi sekarang?? mencari kangkung saja susah..... apalagi pohon2 yang mengandung pewarna alami tadi??jadi fenomenanya sekarang adalah : pewarna alami sangat sulit ditemukan, sedangkan pewarna sintetik bertebaran di pasaran dengan harga murah meriah, kombinasi warnanya komplit abiz dan warna/i yang ngejreng.
wajar saja kalau warna air sungai sekarang jadi merah kuning ijo bak pelangi. itu bukan warna ikan2 cantik kayaq dulu, tapi warna krom, senyawa2 azo, dll,dsb, dst yang membunuh ikan2 cantik itu. Yang merasakannya ya mereka, masyarakat itu sendiri, tapi mereka ga ngerti bahkan ga mau ngerti. Jangan salahkan masyarakat kecil, karena pilihan mereka sangat sulit untuk tidak menggunakan yang sintetik. zaman sudah berubah jauh; bukan saatnya lagi saling todong sana sini.
Yang urgent sekarang adalah gimana supaya ga mencemari lingkungan!!!
tidak diperlukan cara2 yang ribet, hanay butuh beberapa langkah simpel dan murah.
*****yang pertama, berikan space bagi akar pohon untuk bertumbuh. pohon itu bukan musuh, bukan saingan manusia, bukan juga penyebab nyamuk, justru pohon itu menumbuhkan kehidupan. kalo kita menanam pohon lagi, kita bisa memperoleh bahan pewarna alami sehingga penggunaan pewarna sintetik bisa ditekan.
*****yang kedua, ayo kita mengolah limbahnya. caranya gampang koq. untuk industri tenun ikat yang pewarnanya ga mengandung senyawa krom dan logam-logam lain, hanya membutuhkan sebuah drum bekas, beberapa pipa plastik atau bisa diganti dengan bambu, tawas & kaporit, dan tentunya keran untuk mengatur masuk keluar limbah. keran pertama untuk input limbah diletakkan di bagian atas drum, keran kedua di bagian bawah sekitar 1/4 tinggi drum dari bawah untuk output air limbah dan keran ketiga di dasar drum untuk mengeluarkan lumpur. begini mengolah limbahnya: masukan limbah cair dari proses pewarnaan/pencelupan ke dalam drum bekas, melalui pipa, kemudian di tambahkan tawas dan kaporit pada dosis tertentu yang paling ideal untuk menjernihkan air limbah (dosis tersebut diujicobakan dulu pada sampel air limbah). beberapa jam setelah itu, senyawa pembeentuk warna akan mengendap sebagai lumpur di dasar drum. air limbah yang sudah jernih dialirkan keluar melalui pipa ke selokan yang terhubung ke sungai. sekarang buangannya tidak berbahaya lagi baagi ikan2 cantik di sana. tidak berbahaya juga bagi tumbuhan2 air dan masyarakat pengguna air sungai.
jadi industri boleh saja berkembang pesat, tetapi jika ada perawat2 lingkungan yang mencintai lingkungan itu maka dijamin kualitas lingkungan akan baik2 saja., sangat gampang untuk menjadi perawat lingkungan, hanya dibutuhkan nafas, cinta dan kemauan.
lingkungan lestari, kebutuhan terpenuhi, dan budayapun lestari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar