Tenun
ikat adalah seni membuat kain dengan cara menenun benang dan pembuatan motifnya
dengan cara diikat. Pekerjaan menenun di Pulau Rote dan Ndao sudah ada dari
dahulu kala, sebelum zaman kemerdekaan. Menurut penuturan orang-orang tua,
pekerjaan menenun ini diajarkan oleh penjajah Belanda hanya untuk wanita-wanita
bangsawan / keluarga raja.
Pulau Rote dibagi menjadi 19 wilayah kerajaan
(Nusak), dan hanya 19 keluarga raja (Manek) ini saja yang dapat menenun. Kerajaan dan Rajanya
ditetapkan oleh Belanda, dan di antara setiap kerajaan dipasang tiang tapal
batas (Ai Sele). Kerajaan-kerajaan dan Marga Rajanya yaitu:
No
|
Nusak
|
Manek
|
No
|
Nusak
|
Manek
|
|
1
|
Landu
|
Yohanis
|
11
|
Dengka
|
Tungga
|
|
2
|
Renggo
|
Daud
|
12
|
Dela
|
Ndun
|
|
3
|
Oepao
|
Siun
|
13
|
Oenale
|
Giri
|
|
4
|
Bilba
|
Lenggu
dan Ngek
|
14
|
Ndao
Nuse
|
Kotten
|
|
5
|
Diu
|
Manafe
|
15
|
Keka
|
Malelak
|
|
6
|
Termanu
|
Amalo
|
16
|
Talae
|
Saudale
|
|
7
|
Korbafo
|
Manubulu
|
17
|
Lole
|
Zacharias
|
|
8
|
Ba`a
|
Mandala
|
18
|
Bokai
|
Dupe
|
|
9
|
Lelain
|
Bessie
|
19
|
Lelenuk
|
Daik
|
|
10
|
Thie
|
Mesakh
|
Kain
tenun dibuat sesuai fungsinya untuk digunakan sebagai penutup tubuh. Sebelum
adanya pengetahuan membuat benang, masyarakat Rote menggunakan kaloro, sejenis
penutup tubuh yang dianyam dari daun gewang. Kemudian pembuatan kain dari
benang mulai ada setelah dikenalnya kapas. Pada zaman dahulu kapas didatangkan
dari luar Rote. Kapas diolah menjadi benang dengan cara dijemur, dikeluarkan
biji-bijinya, kemudian dikabutkan pada alat pengabut/ gasing/kine (dalam bahasa
Rote Timur) (pengabutan: gumpalan kapas digelar pada alat pengabut hingga setipis
mungkin, sehingga tampak seperti kabut) dan selanjutnya dipilin hingga menjadi
untaian benang. Benang yang dihasilkan cenderung kasar/tebal. Untuk membuat
kain, benang kapas digulung, lalu di rentangkan satu per satu (lolo / hani),
lalu ditenun menggunakan alat tenun tradisional, dan menghasilkan kain dalam
bentuk selimut untuk laki-laki dan sarung untuk perempuan.
Proses pembuatan kain selimut ini
sangat lama, membutuhkan waktu hingga 1 tahun untuk menghasilkan 1 lembar kain.
Kain tenun dari benang kapas tersebut digunakan untuk upacara adat dan sebagai
upeti, sedangkan pakaian sehari-hari menggunakan kaloro, atau tidak berpakaian.
Motif
dan pewarnaan
Sebelum tahun 1940an,, ,
tenunan tidak memiliki motif. Benang hanya ditenun menjadi kain putih polos. Motif mulai diciptakan di era tahun 1940an dan bentuk motif tersebut berakar dari kepercayaan dan mata pencaharian masayarakat. Pada dasarnya bentuk motif tenun ikat Rote adalah bangun persegi empat yang disambung-sambung. Motif utama seluruh Rote terdapat pada kain selimut untuk pria (lafa). Ciri khas motif Rote terdapat pada kepala selimut (lafa langgak) berupa lambang lilin dan salib (kepercayaan agama Kristen). Kemudian motif selanjutnya setelah kepala selimut dibedakan berdasarkan wilayah kerajaan.
tenunan tidak memiliki motif. Benang hanya ditenun menjadi kain putih polos. Motif mulai diciptakan di era tahun 1940an dan bentuk motif tersebut berakar dari kepercayaan dan mata pencaharian masayarakat. Pada dasarnya bentuk motif tenun ikat Rote adalah bangun persegi empat yang disambung-sambung. Motif utama seluruh Rote terdapat pada kain selimut untuk pria (lafa). Ciri khas motif Rote terdapat pada kepala selimut (lafa langgak) berupa lambang lilin dan salib (kepercayaan agama Kristen). Kemudian motif selanjutnya setelah kepala selimut dibedakan berdasarkan wilayah kerajaan.
Gambar motif kepala selimut (lafa langgak)
Motif tenun ikat yang ada di Rote terbagi menjadi 2
aliran utama yaitu Rote bagian barat (henak anan = anak pandan / hendak) dan
Rote bagian timur (lamak nen = anak belalang). Rote barat meliputi Nusak Ba`a
hingga Lelenuk, sedangkan Rote Timur meliputi Nusak Landu hingga Renggo. Motif
Rote Timur terinspirasi dari makanan belalang berupa daun-daun halus (ngganggu
dok = daun kangkung), pada umumnya motif-motifnya berbentuk jalinan daun-daun
kecil (bertalian).
Contoh motif dari Rote Timur : daun-daun kecil yang
bertalian
motif buah pandan
Motif Rote Barat terinspirasi dari buah pandan,
motifnya berbentuk daun-daun atau jajar genjang yang ukurannya lebih besar dari
motif Rote Timur. Motif Rote Barat terbagi lagi dalam 3 aliran yaitu:
-
Thie, Dengka,
Dela, Oenale : motif Pending
-
Ndao Nuse :
motif Hua Ana Langi dan Mada Karoko (Hua Ana Langi adalah motif Raja)
Ba`a, Lelain, Keka, Talae, Lole, Bokai, Lelenuk
: motif Daun-daun besar (dalam bahasa Ndao: “ roa`ju ”, dalam bahasa Ba`a: “
su`u dok “)
motif su'u dok
Sebelum
adanya tali rafia, pengikatan motif menggunakan tali dari daun gewang (heknak).
Tali heknak terbagi dua, yang berwarna putih (halus) untuk tenun ikat dan yang
berwarna coklat (kasar) sebagai tali untuk kebutuhan sehari-hari).
Motif terbentuk karena adanya teknik
pewarnaan. Ciri khas warna tenunan Rote yaitu hitam dan putih. Cara mewarnainya
dengan bahan-bahan alami yang unik. Orang Rote sudah dapat menghasilkan warna
tenunan yang tidak luntur dengan ramuan yang disebut Pama`a. Pama`a adalah air
rendaman abu dari kulit buah nitas yang dibakar. Untuk menghasilkan warna
hitam, benang direndam dalam Pama’a, kemudian direndam dalam lumpur di danau
tempat berkubangnya kerbau. Benang tersebut direndam di lumpur yang dalam dan
ditinggal selama berbulan-bulan hingga akhirnya menjadi warna hitam. Seiring
dengan perkembangan zaman, sebelum adanya bahan-bahan pewarna sintetik, orang
Rote memodifikasi warna motif tenun ikatnya dengan warna orange dan biru.
Orange dihasilkan dari pohon mangkudu (akar mangkudu ditumbuk halus kemudian
direndam bersama-sama benang), sedangkan warna biru dihasilkan dari pohon nila
/ tauk (daun nila dicampurkan dengan garam dan diaduk2 dalam air hingga menjadi
biru, kemudian airnya tersebut digunakan untuk merendam benang).
Mulai tahun 1940an, pekerjaan menenun mulai
diajarkan kepada rakyat biasa (non keluarga raja). Setiap gadis yang akan
menikah harus dapat menenun. Biasanya kemampuan menenun si gadis diuji
menjelang upacara peminangan (masominta), jika si gadis belum dapat menenun
maka pernikahan tersebut harus ditunda bahkan dibatalkan. Tingkat kehormatan si
gadis dinilai dari berapa banyak kain tenun yang dibuatnya sebelum menikah.
Semakin banyak kain yang dimiliki semakin tinggi nilai gadis tersebut bagi
keluarga pria. Rakyat biasa diperbolehkan menggunakan kain tenun, tetapi
dilarang keras menggunakan motif Raja (motif asli). Jika kedapatan rakyat biasa
menggunakan kain tenun yang ada motif rajanya maka saat itu juga kain tersebut
harus dimusnahkan (dicincang dan dibakar). Motif Raja dianggap hal keramat dan
sangat dihormati oleh rakyat biasa.
Ketika semakin banyak wanita di pulau Rote dan Ndao
dapat menenun, didukung dengan mulai adanya benang dan pewarna dari pabrik,
pekerjaan tenun mulai ditinggalkan oleh masyarakat di Pulau Rote. Mereka lebih
fokus pada pekerjaan bercocok tanam dari pada menenun kain. Hanya kaum wanita
Pulau Ndao saja yang tetap melakukan pekerjaan tenun. Mereka biasanya duduk di
halaman rumah dan seharian membuat tenun ikat, sedangkan kaum pria bekerja
keras di luar rumah untuk mendapatkan makanan. Oleh karena itu, masyarakat Rote
member julukan bagi orang Ndao “ Tou Ndao Loi-loi, Ina Ndao Na`a Mu`dak “
artinya “ pria Ndao membanting tulang (bekerja keras di luar), Perempuan Ndao
berpangku tangan (makan gampang).
Hingga saat ini, pekerjaan tenun hanya dikuasai oleh
perempuan-perembuan Ndao. Jarang sekali ditemukan perempuan Rote yang dapat
menenun. Industri tenun ikat terus berkembang, menggunakan alat yang lebih
modern, bahan-bahan yang instan dan proses yang lebih cepat. Perkembangan zaman
menjadikan tenun ikat lebih modern dan nilai-nilai budayanya semakin pudar.
Motif-motif terus dimodifikasi dan warna-warnanya pun mulai berkembang luas,
tidak hanya hitam dan putih. Tenun ikat kini tidak hanya digunakan pada upacara
adat atau sebagai upeti, tetapi berkembang luas menjadi kain fashion, souvenir
budaya dan lain-lain.
kudedikasikan untuk wanita-wanita tradisional Pulau Rote
Tenunan nya indah indah sekali yaa....
BalasHapusSalam hangat aja deh dari kami
tenun jepara
Sangat apresiasi untuk tulisan ini,,, banyak anak muda yg sudah kurang informasi tentang kearifan lokal yg sangat berharga ini 🙏🙏🙏
BalasHapus